Biografi KH. Abdul Hamid Chasbullah

KH. Abdul Hamid Chasbullah

By Bukhory
Kategori Tokoh
Senin, 03 Maret 2025

Mbah KH. Abdul Hamid Chasbullah merupakan adik kandung Mbah KH. Wahab Chasbullah, salah satu tokoh yang memperkasai, pendiri dan penggerak NU. Beliau lahir di Dusun Tambakberas Desa Tambakrejo Jombang. Nama Ayahnya KH. Chasbullah Said dan Ibunya adalah Nyai Latifah. Beliau merupakan anak kedua dari delapan bersaudara. Kakaknya bernama KH. Abdul Wahab Hasbullah sedangkan adiknya Nyai Khodijah, KH. Abdurrohim, Nyai Fatimah, Sholihah, Zuhriyah dan Aminatur Rokhiyah.

Beliau menghabiskan masa pendidikannya dari pesantren ke pesantren yang lain. Di antaranya pondok pesantren Bangkalan Madura yang diasuh oleh KH. Kholil, Pesantren Langitan Tuban, pesantren Tebuireng dibawah bimbingan KH. Hasyim Asyari, Pesantren Krapyak Yogjakarta dibawah bimbingan lasung oleh KH. Munawir. Beliau menjadi lulusan terbaik ilmu Al-Qur’an di pesantren Krapyak. Karena kecintaannya dan keahliannya dalam ilmu Al-Qur’an beliau meninggalkan Mushaf 30 Juz dengan Tulisan tangan beliau sendiri. Selanjutnya Mbah Hamid menuntut Ilmu di Makkah Al-Mukarromah.

Mbah KH. Abdul Hamid Chasbullah berperan penting dalam perkembangan pondok pesantren karena beliaulah yang mengurus Pesantren ketika Mbah Wahab Hasbullah sibuk berkhidmah di NU dan dunia perpolitikan. Sedangkan adikya Mbah KH. Abdurrohim berfokus mengurusi perkembangan Madrasah.

Hal ini juga diperkuat dari cerita alm KH. Irfan Sholeh bahwa KH. Hamid memang sosok yang lebih fokus mengurusi ibadah kesufian dan ahli tirakat. Mbah Hamid juga lebih dikenal dan membaur di masyarakat dibanding kakaknya KH. Wahab.

“Karena memang beliau ini punya banyak pengajian di kampung-kampung, perannya di pondok yang cukup sentral juga membuatnya sangat dekat dengan masyarakat kampung ketimbang Mbah Wahab yang memang kiprahnya lebih banyak di organisasi dan level nasional,” lanjutnya.

Beliau juga mempunyai rutinan ngaji dan istighotsah di desa Kalijaring. Jemaahnya adalah para orang tua dan kiai-kiai kampung yang biasa dilaksanakan setiap hari kamis malam Jum’at, yang biasannya dilaksanakan di atas jam 10 malam. Dalam berkhidmah, ngopeni, ngayomi santri Mbah Hamid tidak berfokus di Tambakberas saja tapi beliua juga membagi waktunya untuk mengaji di Pesantren dan Sambong di setiap hari senin pagi sampai Selasa sore sekaligus menemani istri ke tiga beliau yang bermukim di Sambong.

Mbah KH. Abdul Hamid Chasbullah di mata masyarakat terkenal menjadi pribadi yang sederhana, zuhud, wira’i, daimul wudhu’ dan istiqomah dalam berkhidmah di pesantren.

Beliau wafat pada tanggal 8 Ramadhan tahun 1956 M / 15 April 1956. Pada saat itu seperti biasa KH. Abdul Hamid istiqomah dalam ngaji wetonan kitab, saat mengaji beliau kemudian mengambil air wudhu dan mneruskan pengajiannya, tak lama setelah itu beliau seperti orang tertidur sambil memegang kitab di hadapan para santri. Inna lillahi wa inna ilahi rojiun.

Karena kecintaanya dan kedekatannya kepada masyarakat beliau berwasiat agar dimakamkan di makam kidul makam umum masyarakat.

“Dulu saat wafat dan sebelum dikubur, Mbah Wahab sempat tidak memperbolehkan Mbah Hamid dimakamkan di selatan. Namun akhirnya bisa diterima dengan syarat tanah untuk pemakaman Mbah Hamid dibeli Mbah Wahab, yang akhirnya sekarang sudah dibangun itu,”

Ujar Alm. KH.Irfan Sholeh

KH. Hamid meninggalkan satu putra dari istri pertama ( Nyai Zaenab / Fatimah dari Sepanjang ), dan lima putra putri dari istri kedua. ( Nyai Khodijah dari Cepoko Nganjuk ), dan tiga putra putri dari istri ketiga ( Nyai Mu’minah dari Sambong Jombang ), Putra putri beliau adalah Gus Abdulloh, KH. Sholeh, KH. Malik, Gus Hakim, KH.Yahya, Nyai Hamidah Paiton-Probolinggo. Nyai Hasbiyah Singosari-Malang, Gus Muis Sambong, dan Nyai Solihah.

Sumber : Buku Tambakberas Menelisik Sejarah Memetik Uswah. Radar Jombang 22 Maret 2019 (Binti Rohmatin )

[Nissa]

Artikel ini dibaca sebanyak 2363 Kali

Konten Terbaru

Follow Us

“Dulu saat wafat dan sebelum dikubur, Mbah Wahab sempat tidak memperbolehkan Mbah Hamid dimakamkan di selatan. Namun akhirnya bisa diterima dengan syarat tanah untuk pemakaman Mbah Hamid dibeli Mbah Wahab, yang akhirnya sekarang sudah dibangun itu,”

Baca Juga

Info Terbaru