Dr. Hj. Umi Chaidaroh (Dosen Fakultas Syari’ah UIN Sunan Ampel & UNWAHA Tambakberas)
“One thing you can’t hide-is when you are crippled inside” John Lennon
FENOMENA JILBAB
Akhir-akhir ini sering kita jumpai fenomena jilbab yang turut meramaikan publik di samping kasus-kasus lain seperti kenaikan BBM dan isu korupsi. Mencuatnya pemberitaan di media elektronik maupun media massa tentang jilbab menjadikan sebagian pihak bertanya. Fenomena apa yang terjadi?
Banyak pemaknaan atas fenomena penggunaan jilbab. Sedikit kita ingat nama-nama yang sempat menghiasi beberapa media massa mulai dari tokoh politik hingga peristiwa kriminal (pidana). Bila mereka perempuan yang asalnya tidak berjilbab, saat punya kepentingan atau sedang mengalami kasus, mereka masih bisa menyelinapkan raut muka di balik kerudung/slayer yang dibawanya.
Jilbab pada kasus di atas bisa jadi dimaknai sebagai pelindung wajah dari aib yang sedang menimpa dirinya. Atau juga bisa dimaknai bahwa si pemakai jilbab ini mengharapkan agar masyarakat memandang bahwa dia bukanlah perempuan yang jelek amat, buktinya masih berjilbab.
Pada poin seperti ini, tentu masyarakat ada yang memaknai bahwa wanita-wanita ini secara tidak langsung memberi citra buruk terhadap jilbab (Islam). Terbukti mereka berjilbab, tapi masih melakukan perbuatan tercela.
Terbaru dan yang unik serta menarik saat ini. Seorang pramugari sebuah pesawat saat berjilbab justru dilarang.
Tentu fenomena ini kemungkinan besar akan dimaknai sebagai kesadaran beragama yang datang dari nurani yang dimiliki, bukan karena model fashion belaka, maupun karena aib yang menimpanya.
Akhirnya banyak kalangan ikut berbicara. Suatu yang sebenarnya gampang dan tidak perlu diributkan, akhirnya menjadi rumit, atau mungkin dirumitkan.
PERGESERAN MAKNA JILBAB BAGI REMAJA
Pada tingkat remaja, terkadang jilbab mengalami pergeseran makna. Jilbab yang semestinya dipakai sebagai pengontrol atas perilaku yang over bagi remaja perempuan, seolah telah keluar dari pakem tersebut. Sering kita jumpai bahwa remaja dengan segala aktifitas (baca: hiburan, konser, panggung rakyat) tidak pernah luput dari pengunjung remaja perempuan berjilbab dengan mengekspresikan euforianya, yang terkadang berlebihan.
Belum lagi terkadang remaja pengguna jilbab dalam memilih busana pun kurang sesuai dengan pakem-pakem dalam berjilbab, mungkin ini yang disebut jilbab gaul.
Kasus yang mudah terindentifikasi adalah remaja perempuan berjilbab, tapi lengan maka terbuka, atau pakaian dan celana ketat hingga ke atas. Namun penulis sendiri berpretensi bahwa itu adalah gejala awal menuju kesempurnaan berjilbab. Di sini fungsi kontrol orang tua dan tokoh masyarakat sangat diperlukan.
ISLAM DAN JILBAB
Dalam Islam, kewajiban menutup aurat adalah hal yang esensial dan pasti. Mayoritas ulama Islam mengatakan bahwa seluruh tubuh perempuan yang sudah akil baligh kecuali muka dan telapak tangan adalah aurat yang harus ditutup. Sarana menutup aurat tersebut adalah dengan jilbab sebagaimana dalam QS an Nur (24:31). Ada juga istilah himar yang banyak diartikan dengan kerudung panjang. Jilbab dan himar ini berfungsi sebagai pelindung wanita (hijab) dari terlihat auratnya, maupun gangguan dari luar.
Perintah Allah untuk menutup aurat di dalam al Qur’an selalu diawali dengan kata-kata perempuan yang beriman, yang menunjukkan betapa asasinya kedudukan hijab (jilbab/himar) bagi perempuan-perempuan mukminah. Jilbab/himar dalam kamus Arab disebut dengan penutup aurat yang mengikat kepada perempuan untuk dikenakan dalam kehidupan sehari-hari, utamanya ketika beraktifitas di ruang publik. Jilbab memberikan sinyal kepada makhluk lain (kaum maskulin) bahwa yang mengenakan ini (kaum feminin) mempunyai kontrol atau kendali dalam berperilaku, baik secara verbal maupun tindakan agar terhindar dari perilaku yang menyimpang.
Itulah esensi makna jilbab dalam Islam. Dengan demikian, jilbab bukan segala-galanya, jilbab hanya salah satu cara agama Islam untuk menjadikan perempuan lebih terkendali. Harapan kita semoga perempuan yang berjilbab bukan hanya sekedar menutupi aib atas perilaku yang dilakukan. Perlu disadari, suatu aib atau cacat perilaku itu, suatu saat pasti akan terbuka. Menyitir ucapan John Lennon di atas, satu hal yang tidak bisa kamu tutupi adalah ketika kamu mengalami kecacatan dalam dirimu.
Akhirnya semoga perempuan yang berjilbab mampu menjaga dan membentengi diri atas dasar keteguhan iman dalam mencapai kesempurnaan beragama. Dengan demikian, agama tidak lagi sekedar simbol belaka, akan tetapi menjadi fondasi bagi pemeluknya dalam berperilaku yang akan mengantarkan pada pintu kebaikan. [az]