Beliau lahir dari pasangan KH.Abdul Hadi dan Ny. Hj. Sholihah di desa Tengguli, Bangsri, Jepara Jawa Tengah tahun 1949, anak ke empat (4) dari sebelas (11) bersaudara, masa kecilnya dihabiskan dengan mengaji Alquran dan belajar agama, kemudian nyantri kepada KH. Nawawi (adik KH. Abdulloh Salam), KH. Tohir dan pendidikan beliau terakhir di Perguruan Islam Mathali'ul Falah (PIM) Kajen Pati Jawa tengah dibawah bimbingan KH. Sahal Mahfudh sekaligus guru beliau.
Kiai Sulthon termasuk sosok yang supel, cerdas, alim dan humoris. Kemahirannya dalam menguasai bahasa asing dan kitab kuning sudah banyak orang mengetahuinya. Usai menyelesaikan belajar, beliau diangkat menjadi guru di PIM oleh Kiai Sahal, namun pengabdiannya tidak berlangsung lama, pada tahun 1975 saat usia 26 tahun beliau diambil menantu oleh Kiai Fattah Hasyim Tambakberas Jombang, mendapatkan Muthma'inah, adik nyai Hj. Nafisah istri KH. Sahal Mahfudh.
Setelah pernikahan, kiai Sulthon menetap dan mengabdi di pesantren Tambakberas, mendapat tugas mengajar di madrasah muallimin muallimat atas (MMA) dan mbalah kitab kuning di pesantren. Materi Fiqh dan Ushul Fiqh adalah dua bidang yang digemarinya sejak menjadi santri di pesantren dan berlanjut ketika mengajar di MMA. Diluar aktifitasnya sebagai pengajar dan pendidik, kiai Sulthon juga seorang organisatoris dan muballigh ulung, dalam menyampaikan pesan selalu runtut dan sistematis dan tak jarang sisipan humor mewarnai setiap kali naik panggung.
Ketekunan Kiai Sulthon dalam mengajar dan mendidik menjadikan beliau mendapat amanah yang lebih besar. Pada tahun 1980 beliau diminta oleh beberapa walimurid untuk membina dan mengasuh santri-santri kecil di ndalem beliau, hingga akhirnya ditahun 1981 berdirilah ribath Al-hikmah khusus mendidik santri kecil, kesibukan beliau tentu bertambah, namun demikan aktifitas mengajar tetap menjadi konsentrasi beliau.
Aktif di madrasah dan pesantren juga organisasi ditekuni beliau tanpa lelah, bahkan beliau terpilih sebagai Rois Syuriah PCNU jombang periode 1992-1997 dan terpilih kembali untuk periode kedua 1997-2002. Ditengah jabatan beliau sebagai Rois Syuriah, beliau juga diminta untuk menjadi kepala madrasah MMA pada tahun1999, menggantikan KH. Abdul Jalil yang meninggal dunia setahun sebelumnya, jabatan tersebut berlangsung hingga tahun 2010.
Disaat konferensi PCNU tahun 2002 beliau tetap dipercaya menjabat sebagai Rois Syuriah PCNU ketiga kalinya. Sosok beliau memang super aktif dan peduli, hingga ditahun 2005 beliau juga diminta untuk menjadi Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), jabatan yang belum tergantikan sampai beliau wafat, disaat beliau mengabdikan di partai, untuk kesyuriahan Nahdlatul Ulama Jombang estafet kepemimpinan berpindah ke KH. Abdul Nasir Abdul Fattah.
KH. Sulthon Abdul Hadi, sosok yang tak pernah lelah mengabdi, lima bulan lalu (23/6/2018), istri beliau diusia 68 tahun telah mendahului menghadap ilahi , hari ini (22/11/2018), beliau diusia 69 tahun menyusul istri tercinta, mendampingi menghadap sang robby.
Selamat Jalan Kiai.....
Alfatihah (azam)