KH. Salman Alfarisi, Lc, MHI
Tambakberas.com. Setiap tahun, selalu banyak hati yang rindu untuk menunaikannya, ada magnet jiwa yang memanggil-manggil hamba Allah untuk pergi ke Baitullah, meskipun Ia sudah pernah mengunjunginya. Dalam kitab Tafsir Al-munir karya Imam Nawawi Banten disebutkan bahwa Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk memanggil umat manusia untuk berhaji ke Baitullah, lalu Beliau menyeru manusia dari atas bukit Abi Qubais. Barangkali inilah yang menyebabkan hamba Allah rindu haji & umroh ke Baitullah.
Ibadah haji sesungguhnya adalah proses kegigihan seseorang untuk mengunjungi Baitullah (rumah Allah) sebagai sarana untuk bertemu Allah. Maka sejatinya ibadah haji adalah simbol kepulangan manusia pada Allah. Dengan berihrom haji atau umroh seseorang akan diharamkan melakukan sesuatu yang sebelumnya dihalalkan, Ia memasuki dunia spiritual yang intensif, melupakan sejenak kenikmatan duniawi dan syahwat basyariyyah (kemanusiaan).
Al-Hajju 'Arofah
Dalam proses awal ibadah haji, yang harus dilakukan adalah wukuf di Arofah. Inilah inti ibadah haji. Rasulullah saw menjelaskan, “ Al Hajju Arofah “, Haji adalah Arofah. Orang yang tidak bisa hadir di Arofah hajinya tidak sah. Dalam pemahaman sufistik, wukuf di Arofah tidak hanya hadir secara fisik di bukit Arofah. Bagi kaum sufi, wukuf adalah berdiam diri dihadapan Allah untuk tafakkur, tadabbur dan berzikir. Arofah artinya adalah I’tirof, pengenalan dan pengakuan diri di hadapan Allah SWT akan dosa-dosa dan kesalahan di masa lalu. Dengan penuh kesadaran dan penyesalan Ia mengakui bahwa selama ini Ia sering melupakan Allah. Selama ini Ia sudah diombang ambingkan oleh badai kehidupan, berlayar dengan sayap-sayap hawa nafsu tanpa tujuan.
Maka seperti jama’ah haji yang sedang wukuf, Kita juga harus berdiam diri, melakukan permenungan yang mendalam, serta meninggalkan perilaku rofats (berhubungan badan atau pendahuluannya), fusuq ( melakukan perbuatan dosa) dan jidal (bertengkar).
Jumroh di Mina
Setelah wukuf di Arofah seseorang akan menuju tanah harapan (Mina/Muna) untuk melaksanakan Jumroh Ula, Wustho, Dan ‘Aqobah. Secara Batiniyyah makna jumrah adalah melempar kekuatan jahat yang ada pada diri manusia dengan batu-batu keimanan. Ada 3 kekuatan jahat yang harus Kita lempar :
1. Quwwatun Bahimiyyah (kekuatan kebinatangan). Unsur inilah yang mendorong seseorang untuk mencari kepuasaan lahiriyah, seperti menumpuk harta dan kekayaan sebanyak-banyaknya. Jika kekuatan ini yang mendominasi hidup seseorang, maka tidak ubahnya Ia seperti binatang.
2. Quwwatun Sab’iyyah (kekuatan binatang buas). Kekuatan ini mendorong seseorang untuk menyerang orang lain, merampas hak orang lain, mendengki kepada sesama. Jika itu yang terjadi, maka sesungguhnya Ia adalah binatang buas berpenampilan manusia.
3. Quwwatun Syaithaniyyah (kekuatan syaithan). Kekuatan ini mendorong seseorang untuk membenarkan perilaku-perilaku salah yang Ia lakukan. Dengan kekuatan ini, Syaitan selalu berusaha untuk menghiasi perbuatan manusia bahwa apa yang Dia lakukan sudah benar dan tidak salah.
Di samping manusia memiliki potensi untuk melakukan Fujur (tidak taat pada Allah), Ia juga punya potensi bawaan dasar yang kuat dari Allah,yaitu potensi Taqwa (Quwwatun Robbaniyyah). Artinya, bahwa manusia bisa menjadi pewaris Allah di muka bumi (khalifatulloh fi al ardhi) hanya bisa terjadi bila Quwwatun Rabbaniyah menguasai keseluruhan diri manusia. Penyembelihan binatang kurban yang dilakukan pada bulan haji adalah simbol penyembelihan nafsu-nafsu rendah dan kekuatan-kekuatan jahat yang mempengaruhinya.
*Penulis adalah pengasuh Pondok Pesantren An-Najiyah 2 Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.