Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Ribath An-Najiyyah 1.
Jum'at (24/6), 15 tahun lalu kita berpisah dengan beliau, KH. Amanulloh Abdurrohim, akrab disapa Kiai Aman. Keluarga besar beliau mengenang Haul ke-15 Yai Aman yang diadakan di PP. An-Najiyyah 1. Kiai Aman dikenal sebagai sosok yang berpendidikan tinggi dan aktif dalam berorganisasi. Pernah menjabat sebagai Kepala MTsN Tambakberas pada tahun 1998 untuk mengemban tugas PNS, juga pernah menjadi dosen di Fakultas ilmu sosial dan politik UNDAR. Karir politik beliau dimulai dari pengurus IPNU, ANSOR sampai ke NU. Beliau bahkan pernah sampai masuk jajaran pengurus PWNU JATIM.
Ketika terjadi Reformasi pemerintah padaa tahun 1998, naluri berpolitik beliau tergelitik. Ketika sahabat karib kecil beliau, KH. Abdurrahman Wahid menjadi salah satu deklarator berdirinya partai kebangkitan bangsa (PKB), keinginan untuk membantu membesarkan partai itu muncul. Tetapi sebagai pegawai negeri sipil, beliau terikat oleh perundang-undangan.
Gus Dur sempat membujuk Kiai Aman untuk terjun ke partai politik, tetapi Kiai Aman masih ragu untuk mengundurkan diri menjadi PNS. Akhirnya beliau mengundurkan diri setelah diyakinkan oleh Gus Dur yang sangat mempengaruhi kehidupan beliau dan menerima tawaran Gus Dur untuk menjadi Ketua PKB cabang Jombang. Naluri politik praktis belia yang dulu muncul akhirnya menemukan dunianya. Hal itu mengantarkan beliau menjadi anggota DPR RI pada tahun 1998-2004. Ketika menjadi DPR RI, beliau pernah menjadi Ad Hoc HAM MPR RI, menjadi anggota Komisi VII yang membidangi ketenagakerjaan, kesehatan dan kesejahteraan, juga terlibat dalam pansus yang menggodok UU anti pornografi.
Meskipun menjadi anggota DPR RI, beliau tidak meninggalkan keaktifan sebagai seorang kiai dan pendidik. Kajian Tafsir Munir yang beliau ampu setiap ba'da ashar di Masjid Jami' Bahrul Ulum masih terus berlangsung. Untuk hari Senin sampai Kamis dipasrahkan pada menantu beliau, Gus Salman Alfarisie. Sabtu dan Ahad beliau sendiri yang mengajar, sebelum akhirnya pada Ahad malam beliau terbang ke Jakarta untuk melaksanakan tugas sebagai wakil rakyat.
Kiai Aman sering berkunjung ke Istana Negara untuk sekedar bercanda dan berbagi humor dengan teman nyantrinya dulu di pondok Tegalrejo yang saat itu menjadi Presiden RI ke-4. Kebiasaan beliau ini menjadi aktifitas yang menghibur sang presiden dari penatnya mengurus negara. Karena itu beliau mendapat kartu istimewa yang setiap saat dapat berkunjung ke istana negara tanpa prosedur yang rumit.
Setelah purna dari anggota DPR RI beliau seakan kembali ke habitatnya sebagai kiai dan pendidik. Beliau mulai menarik diri dari politik praktis dan konsentrasi mengaji serta mengembangkan pendidikan pesantren sampai akhir hayatnya.