Dibalik terusungnya HISBU konsep baru dalam Forum Musyawarah ORDA. Krisis identitas disebut menjadi penyebabnya. Benarkah?
Kegiatan Forum Musyawarah ORDA ialah kegiatan yang diadakan oleh pengurus HISBU untuk menampung segala aspirasi pengurus ORDA. Kegiatan ini awal diadakan saat tahun kepengurusan HISBU 2024/2025 di bawah kepemimpinan Saudara M. Nadhif Izzudin asal ORDA ASABEST (Association Of Santri Jawa Tengah) & di bawah kepemipinan ketua putri Saudari Calliska Nicko Mahira Oktavina asal ORDA OSSI JABODETABEK (Organisasi Siswa Siswi Islam Indonesia, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi).
Mulanya isi dalam kegiatan ini ialah pembahasan tentang masalah-masalah dapur dalam ORDA.
M. Nadhif Izzudin (ketua putra sebelumnya) mengatakan dalam chat WhatsApp dengan saya beberapa hari lalu, "Akeh si tel, pngn nggolek kritikan/saran, yo buka diskusi, ero ndas ²ane cah² orda, serap aspirasi." Nadhif mengatakan bahwasannya kegiatan ini diadakan memang untuk menangkap pola pikir para ketua ORDA, juga untuk menyikapi bersama problem demi problem yang ada dalam ORDA untuk didiskusikan bersama dalam forum yang digagas oleh HISBU. Adapun Calliska (ketua putri sebelumnya) dalam chat Instagram mengatakan, "pas awal pengen bentuk personal branding sek ambe arek2 pengurus orda trs kita mikir gimana caranya kita tau dan kita punya tempat buat mereka menyalurkan aspirasi yang berpengaruh penting juga buat kinerja pengurus hisbu, terutama kita juga bisa mendengarkan apa yang selama ini mungkin kita ada beberapa yang gatau ttg permasalahan internal/eksternal pengurus orda, trs dari situ langkah awal kita karna masih pemula juga buat bikin acara musyawarah orda pertama, kita ngumpulin problem mereka yang kira2 bisa di bahas dan di selesaikan bareng2 dalam forum itu." Calliska beranggapan bahwa kegiatan ini juga bertujuan untuk branding kepada pengurus ORDA. Menyatukan visi lah bahasanya.
Akan tetapi dalam tahun ini kegiatan Forum Musyawarah ORDA mengalami sedikit bentuk perubahan pada pengaplikasiannya, adapun dalam segi tujuan masih sama yakni untuk memberikan wadah berdemokrasi yang sehat serta menangkap sejauh mana pola pikir para ketua ORDA. Hal ini perlu dilakukan karena Organisasi yang bagus ialah Organisasi yang ketuanya memiliki visi yang jelas serta terarah. Seperti kata Warren Bennis, seorang sarjana, konsultan organisasi, dan penulis Amerika, yang secara luas dianggap sebagai pelopor bidang studi Kepemimpinan kontemporer. Berkata : “Kepemimpinan adalah kapasitas untuk mewujudkan visi menjadi kenyataan”.
Demi mewujudkan visi yang baik bagi para ketua ORDA inilah, kegiatan ini kembali digagas dan diberi sedikit perubahan. Yang mulanya kegiatan ini membahas masalah-masalah dapur dalam masing-masing ORDA yang mana sebelumnya masalah dapur itu ditulis oleh para pengurus ORDA melalui angket yang disebarkan oleh pengurus HISBU tahun lalu. Berubah menjadi membahas satu masalah yang bagi saya urgent sekali.
Mulanya banyak protes yang timbul mengapa kegiatan ini tiba-tiba berubah menjadi pembahasan satu arah dengan satu masalah yang kompleks saja? Mengapa secara tiba-tiba juga para pengurus ORDA tidak diberikan kesempatan untuk membawa urusan dapur mereka dikegiatan formal ini? Mengapa semuanya sangat tiba-tiba dan tiba-tiba? Saya dan rekan saya Azizatuzzahro—ketua HISBU putri 2025/2026 sepakat menjawab bahwasnnya "Tidak perlu urusan dapur masing-masing ORDA dibawa sampai ke ranah kegiatan formal. Saya dan rekan saya juga sepakat bahwasannya masalah yang paling urgent sebenarnya ialah tentang visi para ketua ORDA, kemana arah ORDA?, Apa tujuan ikut ORDA? dan Apa fungsi ORDA?. Pertanyaan demi pertanyaan itulah yang terus mendengung-dengung dalam pikiran saya. Bak seekor lebah yang berputar-putar di atas nektar bunga. Saya juga berputar-putar menanyakan di mana madu itu (jawaban itu) berada. Pasalnya sejak 8 tahun lamanya saya nyantri di sini belum juga menemukan apa feedback dari mengikuti ORDA. Hal ini juga diamini teman saya yang notabene seorang yang kritis dan gemar berdiskusi. Aufa namanya asal pondok Induk. Dalam tulisan yang ia kirimkan melalui WhatsApp beberapa hari lalu Aufa mengatakan, "Saya berbicara hari ini bukan karena ingin menang argumen, tapi karena saya tidak bisa lagi diam. Selama dua tahun saya menahan suara ini. Bukan karena takut, tapi karena saya menunggu waktu yang tepat. Dan hari ini, dengan izin Allah Yang Maha Melihat, saya berdiri menyampaikan bahwa banyak hal yang selama ini kita anggap sebagai kiprah, nyatanya hanyalah selimut bagi percampuran tanpa batas, ikhtilath terselubung, dan panggung pencitraan yang menghilangkan ruh pesantren kita". Statement ini cukup mengusik kepala saya. Argumen ini juga banyak diamini oleh teman-teman diskusi di pesantren.
Kendati demikian selama berbulan-bulan lamanya saya dan Azizatuzzahro (ketua HISBU putri) berpikir keras bagaimana cara menyadarkan masalah urgent ini kepada para pengurus ORDA. Hingga pada akhirnya saya pun berinisiatif mengidealkan ORDA sebagai wadah untuk pembentukan karakter santri, sesuai dengan ciri khas daerah masing-masing, serta penyaluran bakat dan kreasi dalam bidang keagamaan, keorganisasian, pendidikan dalam kepesantrenan guna membangun Islam Ahlussunnah wal Jama'ah.
Dengan cara apa? Yakni dengan cara menjadikan Forum Musyawarah ORDA sebagai forum diskusi untuk mengkritisi apa yang perlu dihadapi ORDA dengan tantangan demi tantangan yang ada saat ini. Yakni tantangan demi tantangan yang ada dalam bangsa serta tuduhan-tuduhan buruk dalam dunia pesantren. Hal itu semua saya narasikan dalam bentuk abstraksi kegiatan yang telah teman-teman HISBU bagikan kepada seluruh ORDA. Jadi nantinya kegiatan Forum Musyawarah ORDA ini berkonsep seperti "Tasywirul Afkar". Tasywirul Afkar sendiri merujuk pada sebuah forum diskusi dan gerakan intelektual yang didirikan oleh para ulama muda—tepatnya ulama NU di Surabaya pada tahun 1914.
Adapun deskripsi masalah pada kegiatan yang akan diadakan pada tanggal 23 Mei ini sebagai berikut :
"Kiprah yang Hilang dalam Arus Zaman"
Organisasi Daerah (ORDA) merupakan wadah silaturrahmi dan pengembangan diri bagi santri Bahrul ‘Ulum dari berbagai penjuru Indonesia. ORDA tidak hanya aktif di lingkungan pesantren, tetapi juga di luar pesantren melalui kegiatan seperti Safari Ramadhan, Halal bi Halal, dan kegiatan sosial lainnya. Tujuannya adalah mempersiapkan santri agar mampu berkiprah di masyarakat setelah mereka kembali ke daerah asal.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, tantangan bagi ORDA semakin kompleks. Minimnya pengkaderan yang membuat para anggota ORDA kini kesulitan untuk melakukan aksi kiprahnya tersebut. Akhirnya berbagai masalah keluar dari kasus ini, seperti kasus ikhtilath yang ditinjau dari beberapa kasus dan kegiatan-kegiatan ORDA yang tidak memiliki arah yang jelas atau tujuan yang pasti, juga lemahnya kemampuan anggota maupun pengurus. Hal ini juga disebabkan karena degradasi moral yang kini marak terjadi. Belum lagi identitas kebangsaan mulai memudar, budaya lokal tergerus, dan generasi muda mulai menjauh dari akar budayanya. Data dari Wulandari (2023) mencatat hanya 37,18% Generasi Z yang masih fasih berbahasa daerah, sementara sisanya cenderung lebih fokus pada bahasa Indonesia dan Inggris karena faktor pendidikan, karier, dan kebiasaan penggunaan media sosial selama lebih dari 6 jam sehari. Hal ini tidak hanya berdampak pada bahasa, tetapi juga mengancam keberlanjutan nilai-nilai kebudayaan lokal, spiritualitas, serta kearifan sosial yang dahulu menjadi dasar kekuatan masyarakat.
Lantas dengan segala tantangan yang terjadi jelas sudah bahwa tantangan kiprah kini semakin berat. Arah dan tujuan ORDA pun patut dipertanyakan eksistensinya.
Pertanyaan:
1. Tindakan apa yang harus dilakukan untuk mengantisipasi hal tersebut?