Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang Jawa Timur
  • Home
  • Profil
    • Pondok Pesantren Bahrul Ulum
    • Struktur Organisasi
    • Visi & Misi
    • Sejarah Nama dan Lambang
    • Sejarah Pondok Bahrul Ulum
    • Unit Madrasah
  • Artikel
  • Info
  • Galeri
    • Foto
    • Video
  • Kategori
    • Khutbah
    • Serambi Pesantren
    • Tokoh
    • BU Corner
    • Khazanah
    • Bahtsul Masail
    • HUMAPON
  • Kontak
Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang Jawa Timur
  • Home
  • Profil
    • Pondok Pesantren Bahrul Ulum
    • Struktur Organisasi
    • Visi & Misi
    • Sejarah Nama dan Lambang
    • Sejarah Pondok Bahrul Ulum
    • Unit Madrasah
  • Artikel
  • Info
  • Galeri
    • Foto
    • Video
  • Kategori
    • Khutbah
    • Serambi Pesantren
    • Tokoh
    • BU Corner
    • Khazanah
    • Bahtsul Masail
    • HUMAPON
  • Kontak
  • Unit Madrasah
  • Login

Konten Terbaru

haul-kh-sholeh-abdul-hamid-ke-16-dan-ibu-nyai-hj-fatimah-ahmad-ke-6
Haul KH. Sholeh Abdul Hamid ke-16 dan Ibu Nyai Hj. Fatimah Ahmad ke-6
muwaddaah-man-3-jombang
Muwadda'ah MAN 3 Jombang
hbh-yppbu-khwafiyul-ahdi-kepercayaan-masyarakat-kepada-ponpes-bahrul-ulum-tinggi
HBH YPPBU, KH.Wafiyul Ahdi : Kepercayaan Masyarakat Kepada PonPes Bahrul Ulum Tinggi

Follow Us

Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang Jawa Timur Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang Jawa Timur Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang Jawa Timur

Populer

Terbaru

Rekomendasi

Rubrik
Biografi Alm. KH. Moh. Djamaluddin Ahmad (Part 2)
  • By Moh. Qoyyimuddin
  • Kategori Tokoh
  • Selasa, 08 Maret 2022

Biografi Alm. KH. Moh. Djamaluddin Ahmad (Part 2)

Tambakberas.com.

D. Pengalaman Organisasi, perjuangan, dan pernikahan

Pada waktu kelas V beliau dipercaya oleh kepala sekolah Mu’allimin yang waktu itu dijabat oleh KH. Ahmad Al- Fatih untuk menjadi ketua OSIS, dan dipercaya oleh pengurus pondok pesantren untuk menjadi ketua Jam’iyyatul Qurro’ wal Huffadz serta dipercaya oleh Pelajar Pesantren se Daerah kediri yang berdomisili di PP. Tebuireng, Sambong, Denanyar dan Tambakberas sebagai ketua Orda (Organisasi Daerah) yang bernama IKPK (Ikatan Keluarga Pelajar Kediri).

Begitu tamat dari Mu’allimin, beliau akan diambil menantu (tapi belum diakadi) oleh KH. Fattah dengan putrinya yang bernama Churriyyah yang masih kelas I Mu’allimat.

Pada akhir tahun 1964, beliau punya keinginan untuk pindah ke pondok Lasem, namun masih belum tahu akan belajar pada kyai siapa, karena banyaknya kiai di sana. Kemudian beliau beristikhoroh, pada istikhoroh pertama, beliau melihat sebuah jeding (kamar mandi) dan Mushalla, lalu beliau mengambil air wudlu dan sholat Dhuha di Mushalla tersebut. Sesampainya di Lasem ternyata beliau menemukan bahwa itu adalah pondok Al- Wahdah yang diasuh oleh KH. Baidlowi bin Abdul Aziz, seorang kiai yang ‘Arif billah yang pada waktu itu menjadi Ro’is Thoriqoh se-Indonesia.

Pada istikhoroh kedua, beliau merasa naik kendaraan begitu jauh yang kemudian turun di pasar, lalu beliau berjalan kaki turun ke jurang, lalu naik ke gunung, turun lagi ke jurang, lalu naik ke gunung lagi. Ternyata di atas gunung itu ada sebuah masjid, beliau masuk masjid ke jerambahnya, ketika memandang ke timur, tampak sebuah pondok yang banyak kamarnya, begitu pula ketika memandang ke barat dan utara, dan ketika memandang ke selatan, tampak pemandangan yang bebas, ternyata itu adalah sebuah pondok yang diasuh oleh Kiai Asy’ari Poncol Salatiga, sifat-sifat pondok itu persis seperti dalam mimpi.

Pondok yang ditempati para santri berada di timur, barat, dan utara masjid, sedang di selatan masjid, terdapat sebuah sawah yang luas sekali sejauh mata memandang. Di pondok ini, beliau mengaji setiap bulan Jumadil Akhir pada tahun 1967, 1968, dan 1969. Yang dikaji adalah kitab Shahih Bukhari, Muslim, dan Dala’ilul Khoirot, disamping itu, juga ada ijazah-ijazah yang lain.

Mondok di Lasem dengan tambahan mondok di Poncol Salatiga (setiap Jumadi Akhir) itu dimulai tahun 1965.

Ceritanya, setelah ada kepastian akan mondok di Poncol Salatiga tersebut, beliau berpamitan kepada KH. Fattah (yang ada di Jombang), namun oleh beliau diutus menunggu sejenak, kurang lebih setahun, karena Kiai Fattah beserta Ibu Nyai akan berangkat haji. Awal tahun 1965, beliau baru berangkat ke Lasem dengan diantar adiknya yang bernama Zainal Abidin. Perjalanan Jombang-Lasem memakan waktu 2 hari 2 malam karena sulitnya kendaraan disebabkan adanya peristiwa G-30 S PKI.

Setelah satu tahun di Lasem, beliau dipercaya oleh santri-santri dari Madura dan Jatim yang ada di pondok Al-Ikhlas (Syaikh Masduqi Lasem), Al-Hidayah (Syaikh Ma’shum), serta pondok Al-Wahdah (KH. Baidlowi) untuk mendirikan organisasi santri yang disebut PUTRA SUNAN AMPEL, yang kegiatannya meliputi:

1. Bahtsul Masa’il

2. Jam’iyyatul Qurro’ wal Huffadz

3. Jam’iyyah Dziba’iyyah

4. Olahraga yang berupa : Badminton, bola voli, pencak silat juga atraksi kekebalan tubuh.

Pada tahun 1967, beliau dipercaya oleh santri-santri Al- Wahdah menjadi ketua pondok, disamping itu banyak juga yang meminta ngaji, tak tanggung-tanggung, yang meminta ngaji adalah para Kiai, seperti : Kiai Sulaiman (yang mondok di Al-Ikhlas) yang meminta ngaji ilmu ‘Arudl, Gus Abdul Halim (putra Kiai Muslim Kempek Cirebon), Gus Masyhadi (putra Kiai Harun Cirebon), Gus Nur, Gus Muhlisun dari Watu congol Magelang yang meminta ngaji ‘Uqudul Jinan.

Di samping itu juga ada para santri Al-Wahdah yang meminta ngaji Riyadlus Shalihin dan ‘Iddatul Farid, begitu pula santri-santri dari pondok-pondok lain.

Selama kurang lebih 3 tahun mondok di Lasem, beliau tidak pernah pulang ke rumah, suatu hari setelah ‘Ashar beliau mendapat surat dari ibunya yang isinya, “Djamal muliho aku wis kangen.” Beliau menangis karena waktu itu sudah berencana dan menabung untuk mondok di Mranggen Demak yang diasuh oleh KH. Muslih bin Abdurrahman untuk khataman kitab Al-Mahalli.

Pada waktu itu semua pakaian, kitab-kitab, dan koper telah disiapkan, karena keesokannya akan berangkat ke Demak. Beliau hanya bisa menangis, karena satu sisi dia ingin mengaji, dan di sisi lain harus patuh pada ibunya.

Akhirnya beliau sowan pada Kiai Baidlowi tanpa mengatakan apapun dan hanya menangis saja, tanpa bertanya Kiai Baidlowi berkata : "Cung, anak iku sing apik manut wong tuo.” Setelah sowan, beliau langsung pulang, sampai di Jombang pada malam hari jam 11, terpaksa menginap di kamar pondok dan tidak sowan KH. Fattah karena takut akan diakadi, sebab sebelum berangkat ke Lasem, beliau sudah positif diambil menantu namun belum akadan karena permohonan keluarga Nganjuk agar menyelesaikan dahulu menuntut ilmu di pondok pesantren.

Ternyata kepulangan beliau diketahui oleh Kiai Fattah dan Ibu Nyai Fattah yang ketika itu juga ada Ibu nyai Iskandar, kemudian Ibu Nyai Fattah berpesan yang intinya, oleh karena akhir bulan Sya’ban itu akan diadakan Haflah Akhir Sanah (Imtihan), maka keluarga Gondang legi beserta ayah-ibu beliau, dan saudara-saudaranya akan diundang ke Tambakberas.

Pada pelaksanaan Akhirus Sanah, seluruh keluarga Gondanglegi menghadiri dan akan pulang keesokan harinya, namun Kiai Fattah berpesan pada keluarga Gondanglegi agar nak Djamal tidak boleh pulang dahulu bersama keluarga, Kiai Fattah berpesan, “Djamal kersane kentun rumiyen.”

Kira-kira keluarga masih ditengah perjalanan, beliau dipanggil oleh Kiai Fattah dan berkata, “Djamal engko bengi kowe ta’ akadi, mumpung mbah Bisri isih sugeng, lan iki duit kanggo mas kawin,” sambil mengambil uang Rp 1.000,- tanpa amplop, lalu dimasukkan ke dalam saku nak Djamal.

Setelah sampai di kamar, beliau menangis karena merasa bingung, satu sisi ayah dan ibu menghendaki akad nikah setelah selesai belajar di pondok, dan di sisi lain gurunya menghendaki dipercepat, dua hal yang bertentangan ini kemudian dipikir secara mendalam, dan beliau ingat akan pelajaran guru akhlaq ketika masih di rumah saat mengaji kitab Al-Mathlab bab akhlaq, yakni apabila terjadi perbedaan pendapat antara guru dan orang tua maka yang harus didahulukan adalah guru.

Akhirnya setelah itu beliau pun siap untuk diakadi malam itu, akan tetapi karena tidak punya baju yang layak maka beliau pun pinjam jas dari teman pondok yang bernama Afifuddin dari Magelang.


Artikel ini dibaca sebanyak 618 Kali
#ponpesbahrululum #khjamaluddinahmad #santrineabahjamal
  • Image
  • Image

blog comments powered by Disqus

Baca Juga

  • Siapa Sangka Mbah Wahab adalah Pecinta dan Pendiri Klub Sepak Bola

  • KIAI WAHAB CHASBULLAH DAN ANTI NASIONALISME HIZBUT TAHRIR

  • Mengenang Sosok Kiai Sulthon Abdul Hadi

  • H. Abdul Haris, guru kreatif kebanggaan Madrasah Aliyah Unggulan KH. Abdul Wahab Hasbulloh

  • 4 Cobaan Belajar Di Bahrul Ulum Menurut Kiyai Fattah

Info Terbaru

  • Home
  • Artikel
  • Info
  • Foto
  • Video
  • Kontak

PENDIDIKAN FORMAL

  • Paud Al-Firdaus
  • TK Muslimat 2 Bahrul Ulum
  • MI Bahrul Ulum
  • MTsN Tambakberas
  • MTs Plus Bahrul Ulum
  • MTs FH Bahrul Ulum
  • SMP Bahrul Ulum
  • MAN Tambakberas
  • MA WH. Bahrul Ulum
  • MA Bahrul Ulum
  • MA FH Bahrul Ulum
  • MMA Bahrul Ulum
  • MAI Bahrul Ulum
  • SMU Bahrul Ulum
  • SMK Kreatif Bahrul Ulum
  • SMK TI Bahrul Ulum
  • IAIBAFA Tambakberas
  • STIKES Bahrul Ulum
  • UNWAHA Tambakberas

KONTAK

  • ALAMAT

    Jl. Kyai Haji Wahab Hasbullah No.80, Tambak Rejo, Kec. Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur 61451

  • NO. TELEPHONE

    (0321) 869955

  • ALAMAT EMAIL

    yayasan@tambakberas.com

Logo

© Hak Cipta 2018. Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum, All Rights Reserved.

Developed By BismaLabs.co.id