Direktur Aswaja Center PWNU Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin menjelaskan bahwa perbedaan Keputusan
Pemerintah Indonesia dengan Arab Saudi tentang 1 Dzulhijjah memantik kembali perdebatan lama soal
puasa Arafah.
“Bagi pengikut rukyat global sampai keterlaluan dalam mengejek dengan kata-kata Puasa Arafah atau
Nusantara? Ada lagi yang menyebarkan Puasa Sunah di Hari Raya Idul Adha dan sebagainya,” ungkap KH
Ma’ruf Khozin, Jumat (1/7/2022) lewat Facebooknya.
Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur itu mengajak masyarakat untuk meletakkan kembali masalah puasa
Arafah tersebut. Apakah puasa Arafah berdasarkan tempat Wukuf Arafah ataukah nama hari ke-9
Dzulhijjah?
Kiai Ma’ruf Khozin menjelaskan, Arafah adalah nama hari dan nama tempat. Sebelum ada Wukuf Arafah
nama pada tanggal 9 Dzulhijjah adalah nama Arafah.
Dia mengutip penjelasan ulama Tafsir, Ar-Razi berikut:اعلم أن اليوم الثامن من ذي الحجة يسمى بيوم التروية، واليوم التاسع منه يسمى بيوم عرفة
"Ketahuilah bahwa hari ke 8 Dzulhijjah disebut hari Tarwiyah. Dan hari 9 disebut hari Arafah."
Kiai Ma’ruf Khozin yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I Suramadu itu menjelaskan
terkait penamaan Arafah yang ada banyak riwayat, di antaranya diambil dari kisah Nabi Ibrahim berikut:
وثانيها: أن إبراهيم عليه السلام رأى في منامه ليلة التروية كأنه يذبح ابنه فأصبح مفكرا هل هذا من الله تعالى أو من الشيطان؟ فلما
رآه ليلة عرفة يؤمر به أصبح فقال: عرفت يا رب أنه من عندك
"Kedua, bahwa ketika malam tanggal 8 Dzulhijjah Nabi Ibrahim as mendapat mimpi wahyu untuk menyembelih
putranya, di pagi harinya Nabi Ibrahim masih berfikir-fikir tentang kebenaran mimpi itu apakah dari Allah atau
datangnya dari syetan, keraguan dan berfikir ini dalam bahasa Arab adalah Tarwiyah. Pada malam taggal 9
Dzulhijjah Nabi Ibrahim kembali bermimpi kejadian yang sama, perintah menyembelih putranya, maka Nabi
Ibrahim mengetahui bahwa mimpi tersebut adalah wahyu Allah. ‘Mengetahui’ dalam bahasa Arabnya adalah
‘Arafa’. Di malam yang ke 10 Nabi Ibrahim bermimpi kembali, maka esok harinya Nabi Ibrahim bertekad
menjalankan perintah Allah tersebut yang kemudian menyampaikannya kepada Nabi Ismail." (Tafsir Kabir arRazi, 5/324)
KH Ma’ruf Khozin juga memaparkan, dalil bahwa puasa Arafah sebelum pelaksanaan ibadah haji
disampaikan oleh ulama ahli hadits Al-Hafidz Ibnu Hajar berikut:
عن مالك اختلف ناس من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم قوله في صوم النبي صلى الله عليه وسلم هذا يشعر بأن صوم يوم
عرفة كان معروفا عندهم معتادا لهم في الحضر
"Diriwayatkan dari Malik bahwa para sahabat berbeda tentang puasa Nabi. Ini menunjukkan bahwa puasa Arafah
sudah dikenal di kalangan para Sahabat dan mereka terbiasa untuk puasa saat berdomisili/tidak bepergian." (Fath
Al-Bari, 4/237)
“Lha kok tiba-tiba menyimpulkan puasa Arafah harus sesuai dengan Wukuf Arafah?” ungkap KH Ma’ruf
Khozin.
Senada, Direktur Rumah Fiqih Indonesia, Ustadz Ahmad Sarwat mengungkapkan bahwa selama ini dirinyatidak menemukan dalil yang mewajibkan puasa dengan cara ikut orang wuquf atau sebaliknya. “Karena
kedua jenis ibadah itu disyariatkan secara terpisah dan sendiri-sendiri,” ujar dia dikutip NU Online dari
rumahfiqih.com.
Ustadz Ahmad Sarwat menjelaskan, puasa sunnah pada tanggal 9 Dzulhijjah sudah disyariatkan jauh
sebelum Nabi Muhammad berhaji dan melaksanakan wuquf. Puasa itu menurut banyak riwayat telah mulai
disyariatkan sejak tahun kedua hijriyah. Di tahun tersebut, jelas dia, ada beberapa jenis ibadah yang
berbarengan disyariatkan, seperti puasa bulan Ramadhan, shalat Idul Fitri dan Idul Adha serta puasa
tanggal 9 Dzulhijjah.
“Sedangkan wuquf yang dilakukan oleh Rasulullah saw belum disyariatkan di masa itu. Sebab Nabi
Muhammad dalam posisinya sebagai pembawa wahyu dari langit baru berhaji di tahun kesepuluh hijriyah.
Ada rentang waktu kurang lebih sembilan tahun lamanya,” jelas Ustadz Ahmad Sarwat.
Artinya, imbuh dia, ketika di tahun-tahun kedua, ketiga hingga kesembilan Dzulhijah, Rasulullah saw dan
para sahabat melaksanakan puasa sunnah, pada saat itu di Arafah tidak ada jamaah haji yang wuquf. Arafah
saat itu kosong tidak ada ritual haji.
“Kalau puasa sunnah tanggal 9 Dzulhijjah harus mengacu kepada acara ritual wuquf di Arafah, maka
seharusnya Nabi Muhammad dan para sahabat tidak perlu berpuasa sunnah tanggal 9 Dzulhijjah,” jelas
Ustadz Ahmad Sarwat.